Engkau Lebih Cantik Bercadar [Mengangkat Kekhawatiran Dan Belum Siapnya Wanita Untuk Memakai Cadar]


Alhamdulillah, belakangan ini cadar dan purdah mulai tidak asing lagi di beberapa tempat di negeri kita. Sekarang sudah menjadi pemandangan biasa wanita keluar lengkap dengan seperangkat pakaian yang serba besar dan menutup aurat secara sempurna. Para wanita penggenggam bara  api kini tidak perlu resah lagi ketika keluar rumah, karena kita lihat wanita bercadar di tempat-tempat umum seperti pasar, kampus, kantor dan pusat kegiatan lainnya. Mereka tidak lagi merasa sendiri dan terasing dengan pakaian kemuliaan mereka.

Alhamdulillah juga, fase-fase sulit telah lewat. Dimana cadar dan purdah identik dengan terorisme dan bom. Sehingga image yang berkembang di masyarakat bahwa cadar adalah pakaian istri teroris. Menyulitkan wanita-wanita yang menyelamatkan pandangan para lelaki dari panah iblis. Diskriminasi, razia, periksa KTP sampai penggerebekan di rumah dialami oleh mereka. Ini karena perbuatan orang-orang yang hanya punya semangat dalam beragama tetapi tidak berlandaskan ilmu. Bom dan jihad seperti yang mereka agung-agungkan bukan ajaran Islam. Sumber ajaran mereka adalah pahamtakfiriy, yaitu mudah mengkafirkan orang lain sehingga jika sudah kafir maka halal darah dan hartanya. Berkat perjuangan para da’i dan aktifis dakwah akhirnya image tersebut hilang.

Bahkan cadar telah menjadi tren. Kami rasa dampak dari sebuah film yang sangat  booming yaitu film “ayat-ayat cinta” dimana di sana diceritakan ada sebuah tokoh wanita bidadari dunia yang hampir sempurna. Ia menggunakan cadar. Maka kebiasaan masyarakat kita yang latah ramai-ramai mengikutinya. Film dan sinetron yang lainnya ikut meramaikan dengan tokoh utamanya adalah wanita cantik yang bercadar. Para wanita mulai bergaya dengan selendang tipis menutup muka walaupun sekedar bergaya. Akun jejaring sosial ramai dengan gambar wanita bercadar atau sekedar kartunnya.

Mengenai hal ini, sangat patut disyukuri. Walaupun film tersebut ada yang bilang untuk berdakwah juga. Tetapi cara berdakwah seperti ini kurang tepat. Karena di sana ada campur baur laki-laki dan wanita, membuka aurat, bermesraan dan menyentuh dengan bukan mahram dan lain-lain. Bagaimana kita berdakwah kepada Allah dengan cara yang tidak diperkenankan oleh Allah.  Lho, tapi kan berhasil, buktinya cadar jadi populer di masyarakat. Kami tidak heran karena Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

وَأَنَّ اللهَ يُؤَيِّدُ هَذَا الدِّينَ بِالرَّجُلِ الْفَاجِرِ

Terkadang/boleh jadi Allah menolong agama ini dengan orang yang fajir/pelaku maksiat” [HR. Bukhari 4/72 no.3062 dan Muslim 1/105 no.111]

Kita tidak perlu kaget dengan hadits ini, karena bahkan terkadang Allah menolong agama ini dengan orang kafir seperti Abu Thalib paman Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam.

Ibnu Batthal rahimahullah berkata menjelaskan hadits ini,

وقوله: (إن الله يؤيد هذا الدين بالرجل الفاجر) يشتمل على المسلم والكافر، فيصح أن قوله: (لا نستعين بمشرك) خاص فى ذلك الوقت

“Sabda beliau, ‘Terkadang/boleh jadi Allah menolong agama ini dengan orang yang fajir alias pelaku maksiat’, mencakup orang muslim dan orang kafir, sabda beliau shohih yaitu ‘kita tidak perlu meminta bantuan kepada orang musyrik”, maka hadits ini khusus pada waktu tersebut [tidak bertentangan, pent]” [Syarh Shahih Bukhari libni Batthal 5/222, Maktabah Ar-Rusyd, cet. Ke-2, 1432 H, Asy-Syamilah]

Ibnu Hajar Al-Asqolaniy rahimahullah menjelaskan hadits ini,

جزم بن المنير والذي يظهر أن المراد بالفاجر أعم من أن يكون كافرا أو فاسقا ولا يعارضه قوله صلى الله عليه وسلم إنا لا نستعين بمشرك

“Ibnul Munir menegaskan bahwa pendapat terkuat yang dimaksud Al-fajir adalah lebih umum dari kafir atau fasik dan tidak bertentangan dengan sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam ‘kita tidak perlu meminta bantuan kepada orang musyrik.” [Fahtul Baariy 7/474, Darul Ma’rifah, Beirut, Asy-Syamilah]

Tulisan mengenai cadar ini kami bagi menjadi empat bagian:

  1. Yang perlu diketahui tentang cadar
  2. Yang dikhawatirkan wanita jika bercadar dan jawabannya
  3. Motivasi untuk memakai cadar
  4. Yang perlu diperhatikan jika sudah bercadar

I.      Yang perlu diketahui tentang cadar

Hukum Cadar

Ada perselisihan yang panjang diantara ulama, ringkasnya ada dua hukum cadar yaitu:

1.       wajib

Inilah pendapat  As-Suyuthi dan Ibnu Hajar Al-Asqolaniy. Sedangkan ulama sekarang yang mewajibkan adalah Syaikh Muhammad As-Sinqithi, Syaikh Abdul Aziz bin Baz, Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin, Syaikh Abdullah bin Jarullah bin Ibrahim Al-Jarullah, Syaikh Bakr Abu Zaid, Syaikh Mushthafa Al-Adawi.

2.       sunnah

Menurut madzhab Syafi’i, Imam Malik dan Abu Hanifah, hukum menutupi wajah itu sunnah. Ini juga pendapat ulama seperti Ibnu Hazm dan Ibnu Batthal. Adapun ulama sekarang adalah syaikh Al-Albani dan beliau membahas panjang lebar dalam kitab beliau Jilbab Al Mar’ah Al Muslimah.

Kita tidak bermaksud mentarjih mana yang lebih kuat, akan tetapi pengalaman kami bertemu dengan para ustdaz di Indonesia ketika dauroh-dauroh sebagian besar berpendapat bahwa hukum cadar adalah sunnah. Dan kami pun lebih mutmainnah[tenang] terhadap pendapat yang sunnah.

Akan tetapi yang terpenting adalah jangan sampai berpecah belah dan saling menyalahkan hanya karena masalah ini. Karena ini adalah ikhtilaf mu’tabar [terangggap]. Masing-masing punya dalil yang kuat. Kita harus menghormati pendapat orang lain.

Cadar bukan tolak ukur keshalihahan wanita

Sebagian beranggapan bahwa wanita yang sudah memakai cadar adalah pasti wanita yang sangat shalihah. Seperti wanita yang bercadar pasti pintar menjaga diri, ngajinya bagus dan pasti taat pada suami. Memang jika sebagian besarnya. Tetapi jangan dijadikan tolak ukur. Ini belum tentu karena tetap saja tolak ukurnya adalah akhlak dan takwa.

Allah Ta’ala berfirman,

إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ

Sesungguhnya yang paling mulia di sisi Allah adalah orang yang paling bertaqwa di antara kalian” [QS. Al Hujurat: 13]

Bahkan ada yang beranggapan bahwa cadar adalah tolak ukur sudah ahlus sunnah atau belum, menjadi tolak ukur akhwat “ngaji” atau tidak. Ini adalah anggapan yang salah. Karena hukum asal seseorang adalah ia ahlus sunnah wal jama’ah kemudian dilihat bagaimana pemikiran dan manhaj/metodologi beragama yang ia tempuh, apakah sesuai dengan pemahaman salafus shalih atau tidak.

Sehingga kurang tepat jika ada wanita yang memandang kurang shalihah wanita yang belum bercadar, atau terkadang meremehkannya kemudian berkomentar,

“Sudah lama ngaji kok belum pakai cadar, apa dia ga tahu keutamaan bercadar.”

Padahal bisa jadi, ia beranggapan sunnah kemudian ada penghalang. Dan bisa jadi ia punya amalan lain yang lebih banyak dan lebih ikhlas. Begitu juga dengan curhat seorang ikhwan kepada kami tentang perkataan orang-orang,

“Istri antum belum ngaji ya, kok nggak pakai cadar?”

Jelas ini adalah anggapan keliru dan perlu kita luruskan bersama.

Jangan kaku dan memaksa memakai cadar

Ini bagi mereka yang berkeyakinan bahwa cadar adalah sunnah. Jika belum mampu memakai cadar maka jangan memaksakan diri. Misalnya larangan keras dari orang tua dan keluarga. Masyarakat di sekitar belum menerima cadar. Cadar adalah suatu hal yang sangat asing dan masih dianggap pakaian istri teroris. Walaupun ia sudah menjelaskan dengan cara yang lembut dan baik lagi bijaksana. Akhirnya ia dikucilkan oleh keluarga dan masyarakat kemudian putus silturahmi. Maka dalam kondisi seperti ini jangan memakai cadar. Walaupun niatnya melakukan sunnah karena berlaku kaidah

درع المفاسد مقدم على جلب المصالح

“Menolak mafsadat didahulukan daripada mendatangkan mashlahat”

Jika ia memakai cadar maka mendatangkan mashlahat yaitu melaksanakan sunnah, jika ia tidak pakai cadar maka menolak mafsadat yaitu tidak ridhanya orang tua, dikucilkan dan putusnya silaturahmi. Maka dengan kaidah ini ia wajib menolak mafsadat dengan tidak memakai cadar. Selain itu hukum wajib  ridha orang tua didahulukan dari hukum sunnah memakai cadar.

Akan tetapi kasus seperti ini sangat jarang sekali kita temui, yang ada adalah keluarga yang tadinya keras dan sangat anti cadar akhirnya luluh dengan dakwah lembut dan bijaksana dari akhwat tersebut. Sejak memakai cadar ia semakin berbakti kepada orang tua, semakin rajin, semakin ramah terhadap orang lain,  IPK meningkat dan semakin menunjukkan perubahan ke arah positif. Beberapa banyak tempat yang dulunya anti cadar sekarang cadar adalah menjadi hal yang biasa. Oleh karena itu harus tetap bersemangat mendakwahkah sunnah yang satu ini.

Terkadang memakai cadar dan terkadang tidak memakai cadar

Anggapan bahwa jika memakai cadar maka harus memakai cadar seterusnya adalah keliru. Ini jika meyakini sunnahnya. Jika tidak bisa memakai cadar seterusnya maka tidak ada salahnya jika selang-seling memakainya. Memakainya di tempat dan suasana yang mendukung dan melepasnya di tempat dan suasana tidak mendukung. Misalnya,

-jika di lingkungan keluarga dan kerabat dilarang oleh orang tua, maka silahkan dilepas. Tetapi ketika keluar rumah silahkan memakainya.

-jika di kampus atau di kantor dilarang memakainya, maka silahkan dilepas. Tetapi ketika ke pasar dan ke tempat kajian silahkan memakainya.

Karena Islam mengajarkan tidak perlu menunda sesuatu karena ingin sempuna sekali. Jika hanya bisa meraih setengahnya maka jangan ditinggalkan semuanya. Sesuai dengan kaidah fiqhiyah,

ما لا يدرك كله لايترك كله

“sesuatu yang tidak bisa dicapai seluruhnya jangan ditinggal seluruhnya”

Banyak jalan menuju surga

Jika ingin memakai cadar tidak mesti memakai cadar lengkap dengan purdahnya, kemudian memakai pakaian serba besar berwarna hitam. Karena tujuan cadar adalah menutup wajah yang merupakan salah satu bagian yang paling dinikmati oleh laki-laki, maka apapun yang digunakan untuk menutup muka maka boleh-boleh saja.

Misalnya slayer dan masker penutup muka. Para wanita bisa menggunakan slayer untuk menutup wajah mereka. Sehingga hampir mirip fungsinya dengan cadar. Dan kesan orang  memakai slayer tentu berbeda kesan orang memakai cadar. Karena slayer sudah dianggap biasa di masyarakat kita. Akan tetapi fungsinya hampir sama dan bisa diniatkan untuk melaksanakan sunnah, yaitu menutup wajah.

Cadar bukan sekedar budaya Arab

Banyak sekali dalil dari Al-Quran dan sunnah menunjukan bahwa menutup wajah dengan cadar adalah ajaran Islam. Salah satunya firman Allah subhanahu wa ta’ala,

يَآأَيُّهَا النَّبِيُّ قُل لأَزْوَاجِكَ وَبَنَاتِكَ وَنِسَآءِ الْمُؤْمِنِينَ يُدْنِينَ عَلَيْهِنَّ مِن جَلاَبِيبِهِنَّ ذَلِكَ أَدْنَى أَن يُعْرَفْنَ فَلاَ يُؤْذَيْنَ وَكَانَ اللهُ غَفُورًا رَّحِيمًا

“Hai Nabi katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang mu’min: “Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke tubuh mereka.” Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” [ Al Ahzab: 59]

Di dalam Kitab Tafsir Jalalain, karya Jalaluddin ibn Muhammad Al-Mahalli dan Jalaluddin ibn Abi Bakrin as-Suyuthi rahimahumallahu dijelaskan,

وَهِيَ الْمُلَاءَة الَّتِي تَشْتَمِل بِهَا الْمَرْأَة أَيْ يُرْخِينَ بَعْضهَا عَلَى الْوُجُوه إذَا خَرَجْنَ لِحَاجَتِهِنَّ إلَّا عَيْنًا وَاحِدَة

“Pakaian besar yang menutupi perempuan, yaitu menjulurkan sebagiannya ke atas wajah-wajah mereka ketika keluar untuk suatu keperluan hingga tidak menampakkannya kecuali hanya satu mata saja.” [Tafsir Al-Jalalain hal. 437, Darus salam, Riyadh, cet. Ke-2, 1422 H]

Dan masih banyak sekali dalil yang lainnya.

Ajaran islam menutup wajah sudah ada di Indonesia sejak dulu

Contohnya adalah di daerah kami, khususnya Bima dan Dompu provinsi NTB, yaitu apa yang dikenal dengan rimpu,adalah  sejenis kain yang dilipat sedemikian rupa hingga menutup semua kepala dan wajah kecuali mata. Dan ini karena pengaruh Islam. Bisa dilihat sumbernya di:http://masaries.multiply.com/journal/item/220?&show_interstitial=1&u=%2Fjournal%2Fitem

Begitu juga kami mendengar ada di suku-suku  Sumatera yang memiliki budaya menutup wajah. Dan tentunya ini adalah pengaruh ajaran Islam.

Di Eropa juga demikian, dahulunya wanita bangsawan dan anggota kerajaan memakai cadar lengkap dengan purdahnya, tidak heran karena masih ada sisa-sisa ajaran samawi yang masih agak murni. Maka kita akan terkaget-kaget membaca dan melihat gambarnya karena sungguh sangat berbeda dengan Eropa sekarang. Silahkan lihat di sumbernya: http://luar-negeri.kompasiana.com/2011/10/03/cadar-di-eropa-dulu-bangsawan-bangga-memakainyasekarang-dihina-dan-didenda%E2%80%A6/

Kemudian kami bawakan fatwa ulama sebuah wadah dakwah yang cukup berpengaruh di Indonesia dan sudah eksis sebelum kemerdekaan, yakni tentang membuka wajah pada wanita.

MUKTAMAR VIII NAHDLATUL ULAMA

Keputusan Masalah Diniyyah Nomor : 135 / 12 Muharram 1352 H / 7 Mei 1933 Tentang

Hukum keluarnya wanita dengan terbuka wajah dan kedua tangannya

Pertanyaan : bagaimana hukumnya keluarnya wanita akan bekerja dengan terbuka muka dan kedua tangannya? Apakah haram atau makruh? Kalau dihukumkan haram, apakah ada pendapat yang menghalalkan? Karena demikian itu telah menjadi darurat, ataukah tidak? (surabaya)

Jawaban :

hukumnya wanita keluar yang demikian itu haram, menurut pendapat yang mu’tamad (yang kuat dan dipegangi – penj ). Menurut pendapat yang lain, boleh wanita keluar untuk jual-beli dengan terbuka muka dan kedua tapak tangannya, dan menurut mazhab Hanafi, demikian itu boleh, bahkan dengan terbuka kakinya, apabila tidak ada fitnah.

Sumber :

Ahkamul Fuqaha, Solusi problematika hukum islam, keputusan muktamar, munas, dan konbes Nahdlatul Ulama (1926-2004 m), halaman123-124, pengantar: Rais ‘Am PBNU, DR.KH.Ma Sahal Mahfudh; lajnah ta’lif wan nasyr (ltn) NU Jatim dan Khalista, cet.iii, Februari 2007

Bagi yang berdakwah dan berpegang teguh dengan ajaran NU, silahkan menggunakan fatwa ini.

II.    Yang dikhawatirkan wanita jika bercadar dan jawabannya

Cadar meyebabkan dirinya menjadi wanita yang terbatas dan tertutup dari masyarakat

Ini tidak benar karena masalah tertutup dari masyarakat adalah tidak pernah berinteraksi dengan masyarakat. Memakai cadar dan purdah tidak mengharuskan menutup diri dari masyarakat. Tidak boleh keluar rumah, tidak boleh menghadiri acara dan kegiatan  [boleh, asalkan kegiatannya sesuai dengan Islam], kemudian haram sama sekali berbicara dengan laki-laki asing sehingga tidak boleh berbicara dengan sepupu laki-laki, kepada suami bibinya dan lain-lain.

Maka ini adalah anggapan yang keliru. Karena Islam malah mengajarkan kita untuk berinteraksi dengan masyarakat dengan berhias akhlak yang baik. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

وَخَالِقِ النَّاسَ بِخُلُقٍ حَسَنٍ

Bergaullah dengan manusia dengan akhlak yang baik.” [HR. Tirmidzi no. 1987 dan Ahmad 5/153. Abu ‘Isa At Tirmidzi berkata, hasan shahih]

Jika ada acara khitanan, kelahiran dan lain-lain maka, wanita bercadar bisa berada di barisan terdepan dalam membantu tetangga dan saudaranya. Memasak dan menyiapkan kegiatan tersebut. Dan kemudahan teknologi komunikasi zaman sekarang memudahkan mereka berinteraksi walaupun sekedar dari rumah. Mengucapkan selamat, menanyai kabar dan lain-lainnya.

Wanita  boleh keluar dari rumahnya jika ada keperluan, tidak ada yang mengharamkan. Mengenai berbicara dengan bukan mahram maka bukan tidak boleh sama sekali, boleh jika memang ada keperluan asalkan memperhatikan adab dan aturan Islam.

Berikut fatwa ketua Lajnah Daimah [MUI Arab Saudi] syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin ‘Abdillah bin Bazrahimahullah,

هل يجوز للمرأة أن تكلم الأجانب عن طريق الهاتف، جزاكم الله خيراً. وهل هناك من شروط معينة تودون بيانها؟ جزاكم الله خيراً

Pertanyaan: Bolehkah seorang wanita berbicara dengan laki-laki bukan mahrom via telepon. Jazakallah khair. Adalah syarat tertentu yang membolehkan hal tersebut, jazakallahu khair?

لا حرج في تكليم أهل الرجل من طريق الهاتف إذا كان في مصلحةٍ شرعية، أو أمرٍ مباح كالسؤال عن العلم، أو سؤاله عن مريض، أو

عن سؤاله عن صحته، أو عن شيءٍ مهم لا بأس بذلك

 

Jawaban: “Tidak mengapa seorang wanita berbicara dengan laki-laki via telepon jika memang ada maslahat yang syar’i, atau ada urusan yang sifatnya mubah seperti bertanya perihal agamanya, atau mungkin bertanya tentang kondisinya sakit ataukah sudah sehat. Hal-hal semacam itu tidaklah mengapa.

أما إذا كانت المكالمة للمغازلة كما يقولون، ولأسباب الفتنة، والدعوة إلى الفاحشة، أو ما يجر إلى الفاحشة هذا لا يجوز، الواجب على المرأة أن تحذر ذلك، وعلى الرجل أن يحذر ذلك، ليس للرجل أن يكلم النساء لهذا الغرض، وليس للمرأة أن تكلم الرجال لهذا الغرض، بل هذا يجر إلى شرٍ كثير وفسادٍ عظيم

Adapun jika berbicaranya adalah bermesra-mesraan yang menimbulkan fitnah (godaan bagi si pria), atau mengajak pada perbuatan bejat (zina), atau sebagai sarana menuju perbuatan yang dimurkai, maka tidak dibolehkan. Seorang wanita haruslah berhati-hati akan hal ini. Begitu pula dengan si pria perlu juga menjaga diri dari hal semacam ini. Janganlah sampai laki-laki berbicara dengan wanita via telepon untuk tujuan semacam ini, begitu pula si wanita. Bahkan hal semacam ini bisa mengantarkan kepada kerusakan yang banyak dan teramat bahaya.

، أما كونها تكلم زوج أختها، أو ابن عمها تسأل عن صحته، أو صحة أولاده، أو صحة والدته، أو أبيه، أو عن حاجةٍ تسألها عنه، شراء حاجة، أو يبيع حاجة، أو ما أشبه من الأمور التي ليس فيها شبهة، ولا ريبة ولا شر فلا حرج في ذلك

Adapun jika si wanita tadi berbicara dengan suami dari saudara perempuannya, atau berbicara kepada anak pamannya, ia menanyakan kesehatan mereka, kesehatan anak mereka, kesehatan ayah mereka, atau pada perkara yang ada hajat untuk ditanyakan, atau pada urusan jual beli yang urgent, selama itu tidak mengandung syubhat dan kejelekan maka tidaklah mengapa.

Sumber: http://www.ibnbaz.org.sa/mat/17236

Dan tidak mengapa misalnya wanita berbicara kepada laki-laki yang menjual barang dagangannya, asal sebatas keperluannya. Dan perlu diingat juga, jika meyakini hukumnya hanya sunnah kemudian terkadang memakainya dan terkadang melepasnya. Maka tidak akan ada lagi kesan tertutup.

Takut celaan manusia bahwa ia ekstrim dalam agama dan merasa malu

“Nak, ber-Islamlah biasa-biasa aja, pakai jilbab yang lebar biasa, ga usah ekstrim seperti itu, pakai tutup muka, nanti kamu tertutup, ibu malu dengan teman-teman Ibu, kamu dikira sombong, ga mau berinteraksi”

Ini sedikit sindrian bagi mereka yang memakai cadar. Tidak sedikit wanita penggenggam bara api akan mendapat celaan, bahwa mereka akan terkungkung di rumah, tertutup, ketinggalan zaman karena kembali ke zaman Arab kuno serta tidak berkembang pikiran dan ilmunya.

Mengenai celaan maka, kita katakan inilah ujiannya. Semakin tinggi keimanan seseorang maka akan semakin tinggi pula ujiannya. Allah Ta’ala berfirman mengenai orang mukmin,

وَلَا يَخَافُونَ لَوْمَةَ لَائِمٍ

“dan yang tidak takut celaan orang yang suka mencela.” [QS. Al-Maidah: 54]

kemudian Wasiat Rasulullah Shallallahu Alaihi Wa Sallam Kepada Abu Dzar Al-Ghifari radhiallhu ‘anhu

عَنْ أَبِيْ ذَرٍّ قَالَ: أَوْصَانِيْ خَلِيْلِي بِسَبْعٍ، وَلاَ تَأْخُذْنِيْ فِي اللهِ لَوْمَةُ لاَئِمٍ.

Dari Abu Dzar Radhiyallahu ‘anhu , ia berkata: “Kekasihku (Rasulullah) Shallallahu ‘alaihi wa sallam berwasiat kepadaku dengan tujuh hal: …beliau berwasiat agar aku tidak takut celaan orang yang mencela dalam berdakwah kepada Allah… [HR. Ahmad dalam musnadnya V/159, dishahihkan oleh Al-Albani dalam Silsilah al-Ahâdîts ash-Shahîhah no. 2166]

Celaan ini hilang dengan segera jika ia menghiasi cadarnya dengan kesabaran, akhlak yang baik, interakasi yang baik dan dakwah yang bijaksana kepada orang sekitarnya dan masyarakat. Dan ini sudah banyak terbukti.

Mengenai malu bercadar, mengapa anda harus malu jika itu benar? Kemana ghirah /cemburu anda terhadap wanita-wanita yang tidak malu mamakai pakaian yang membuka aurat, bahkan mereka bangga, bangga memakai bikini diajang-ajang, bangga bisa ikut kontes miss universe dan miss world.

Nanti tidak bisa modis, kaku dan serba hitam

Jika modis untuk suami maka anda para wanita dalam hal ini boleh. Tetapi jika untuk modis dan menarik perhatian laki-laki asing maka yang perlu diperbaiki adalah hatinya. Adalah suatu hal yang terlarang dalam agama jika wanita bisa menimbulkan fitnah bagi laki-laki asing baik dengan penampilan dan suaranya. Ingin membuat kecantikannya diakui dan diperebutkan oleh banyak lelaki. Padahal mereka  para lelaki hanya ingin menghisap tebu dan membuang  jauh ampasnya. Dan fitnah wanita bisa menghilangkan akal laki-laki yang istiqamah sekalipun.Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

 

مَا رَأَيْتُ مِنْ نَاقِصَاتِ عَقْلٍ وَدِينٍ أَذْهَبَ لِلُبِّ الرَّجُلِ الْحَازِمِ مِنْ إِحْدَاكُنَّ

“Tidaklah aku pernah melihat orang yang kurang akal dan agamanya sehingga dapatmenghilangkankan akal laki-laki yang teguh selain salah satu di antara kalian wahai wanita.”[HR. Bukhari no. 304]

Tidakkah anda wanita ingin membuat suami anda atau calon suami anda kelak semakin cinta dengan mengatakan,

“kupersembakan wajahku ini hanya untukmu, suamiku”

Kita sudah tahu bahwa kecantikan wajah adalah salah satu bagian yang paling nikmat bagi laki-laki. Maka kami heran jika ada laki-laki yang rela wajah dan kecantikan istrinya dinikmati oleh orang banyak dan leluasa. Apa ia tidak cemburu? Padahal cemburu adalah bagian dari cinta. Kemana rasa memiliki itu? Mengapa foto istri anda dipajang ditempat-tempat umum dan jejaring sosial? Sungguh lelaki zaman sekarang sudah dipengaruhi oleh budaya barat dimana rasa cemburu itu telah hilang. Lihat bagaimana Ali bin Abi Thalib radhiallahu ‘anhu melarang para lelaki membiarkan istrinya di pasar dan berdedak-desakan dengan laki-laki yang lain.

Mengenai modis, maka terserah anda bergaya bagaimanapun asal untuk suami anda. Pakaian model terbaru atau pakaian yang [maaf] hot seperti lingere. Dan justru untuk suamilah, anda mempersembahkan yang tercantik dan terbaik.  Zaman sekarang sudah terbalik jauh, wanita modis dan harum di luar rumah. Sedangkan di rumah baju seadanya, lusuh dan tua, baunya bau minyak goreng dan minyak gosok.

Mengenai serba hitam, maka tidak mesti jilbab dan cadar warna hitam. Warna hitam diutamakan oleh sebagian ulama karena ia adalah warna mati karena tidak menimbulkan keinginan laki-laki asing. Warnanya boleh warna lain asal tidak menimbulkan fitnah dan menarik perhatian laki-laki.

عَنْ عِكْرِمَةَ أَنَّ رِفَاعَةَ طَلَّقَ امْرَأَتَهُ فَتَزَوَّجَهَا عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ الزَّبِيرِ الْقُرَظِيُّ قَالَتْ عَائِشَةُ وَعَلَيْهَا خِمَارٌ أَخْضَرُ فَشَكَتْ إِلَيْهَا وَأَرَتْهَا خُضْرَةً بِجِلْدِهَا فَلَمَّا جَاءَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَالنِّسَاءُ يَنْصُرُ بَعْضُهُنَّ بَعْضًا قَالَتْ عَائِشَةُ مَا رَأَيْتُ مِثْلَ مَا يَلْقَى الْمُؤْمِنَاتُ لَجِلْدُهَا أَشَدُّ خُضْرَةً مِنْ ثَوْبِهَا

Dari Ikrimah, Rifa’ah menceraikan istrinya yang kemudian dinikahi oleh Abdurrahman bin az Zubair. Aisyah mengatakan, “Bekas istri Rifa’ah itu memiliki kerudung yang berwarna hijau.Perempuan tersebut mengadukan dan memperlihatkan kulitnya yang berwarna hijau. Ketika Rasulullah tiba, Aisyah mengatakan, Aku belum pernah melihat semisal yang dialami oleh perempuan mukminah ini. Sungguh kulitnya lebih hijau dari pada pakaiannya.” [HR. Bukhari no. 5377]

Begitu juga dengan riwayat bahwa Aisyah dan Istri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang lain melakukan ihram dengan pakaian yang dicelup ‘ushfur saat ihram, yang berwarna merah.

Kalau bercadar nanti tertutup dan susah dapat jodoh

Jika anda berkeyakinan seperti ini, maka silahkan lihat dan tanya apakah ada wanita yang bercadar yang berumur di atas 25 tahun yang masih belum menikah? Maka anda akan sangat susah mendapatkannya. Belum lagi mereka genap berumur 20 tahun sudah banyak laki-laki yang bertanya apakah ia sudah siap menikah sehingga bisa dilamar. Yang mencari mereka tentu laki-laki yang bertangggung jawab Insya Allah. Menikahi mereka bukan semata-mata karena kacantikan tetapi karena agama dan akhlaknya dan inilah yang bahan bakar utama kebahagiaan rumah tangga sampai menjadi pasangan abadi di akhirat kelak.

Malah yang kita sering dengar adalah para wanita “kurir” yang susah mendapatkan jodoh. Entah karena sibuk bekerja atau mencari yang lebih tinggi di atas mereka. Sudah berumur hampir mendekati menopouse masih saja kesulitan mencari jodoh.

Kalau bercadar nanti bisa identik dengan kumuh dan bau

Ini juga anggapan yang salah. Mungkin mereka beranggapan bahwa wanita bercadar berpatokan kaku dengan hadist berikut.

أَيُّمَا امْرَأَةٍ اسْتَعْطَرَتْ فَمَرَّتْ عَلَى قَوْمٍ لِيَجِدُوا مِنْ رِيحِهَا فَهِيَ زَانِيَةٌ

Seorang perempuan yang mengenakan wewangian lalu melalui sekumpulan laki-laki agar mereka mencium bau harum yang dia pakai maka perempuan tersebut adalah seorang pelacur.” [HR. An Nasa’i, Abu Daud, Tirmidzi dan Ahmad. Syaikh Al Albani dalam Shohihul Jami’ no. 323 mengatakan bahwa hadits ini shohih]

 Dan Islam memang tegas dalam hal ini mengingat sangat besarnya fitnah wanita terhadap laki-laki. Bahkan jika sudah terlanjur memakai parfum kemudian hendak ke masjid maka ia diperintahkan mandi agar tidak tercium bau semerbaknya. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

 

أيما امرأة تطيبت ثم خرجت إلى المسجد لم تقبل لها صلاة حتى تغتسل

“Perempuan manapun yang memakai parfum kemudian keluar ke masjid, maka shalatnya tidak diterima sehingga ia mandi.”[Hadits riwayat Ahmad, 2/444; syaikh Al-Albani menshahihkannya dalan Shahihul Jami’ no.2703]

Akan tetapi bukan berarti wanita tidak boleh memakai wewangian sama sekali. Perhatikan sabda Nabishallallahu ‘alaihi wa sallam, 

إن طيب الرجال ما خفي لونه وظهر ريحه ، وطيب النساء ما ظهر لونه وخفي ريحه

“Wewangian seorang laki-laki adalah yang tidak jelas warnanya tapi nampak bau harumnya.Sedangkan wewangian perempuan adalah yang warnanya jelas namun baunya tidak begitu nampak.” [HR. Baihaqi dalam Syu’abul Iman no.7564 dll, hasan. Lihat Fiqh Sunnah lin Nisa’, hal. 387]

Maka jika parfum dengan wangi sedikit atau untuk sekedar menetralkan bau, seperti deodorant maka boleh. Dan jika untuk suami maka silakan berwangi seharum mungkin. Dan perlu diperhatikan bahwa parfum wanita warnanya jelas. Jadi menunjukkan bahwa nampaknya selalu hitam. Apalagi telah jelas bahwa warna cerah diperbolehkan bagi wanita. Dan kita sudah melihatnya sekarang ada yang memakai jubah dan cadar berwarna biru, hijau, merah muda, ungu dan sebagainya asal tidak terlalu menarik perhatian. Maka kesan kumuh perlu dibuang jauh-jauh.

Pakai cadar dan jilbab besarnya gerah dan panas.

Neraka lebih panas lagi. Segala sesuatu butuh pengorbanan. Ini sama seperti jawaban anda kepada mereka yang belum berjilbab dan menutup aurat. Mereka yang belum berjilbab juga merasa nantinya akan kepanasan dan gerah jika memakai jilbab. Maka sama juga dengan anda sekarang yang belum memakai cadar atau purdah.

Ini hanya masalah kebiasaan. Jika sudah terbiasa maka perasaan gerah dan panas akan hilang dan juga jika mamatuhi perintah Allah dan Rasul-Nya dengan tidak sering-sering keluar rumah. Maka perasaan panas dan gerah bisa diminimalkan.

INSYA ALLAH BERSAMBUNG…

Disempurnakan di Lombok, pulau seribu masjid

14 Dzulqo’dah 1432 H, Bertepatan  12 Oktober 2011

Penyusun: Raehanul Bahraen

Semoga Allah meluruskan niat kami dalam menulis.

4 responses to this post.

  1. Posted by Bagus Bp on Oktober 19, 2011 at 10:44 pm

    Ironis memang di negara yg mayoritas muslim ini, justru bnyak kita dapati kaum muslimah yg tak memakai Jilbab bahkan cadar. Mereka lebih nyaman memakai celana di atas Paha, baju setengah pusar plus ketat dan transparan,.. Naudzubillah.. Kemanakah para Ayah.., kemanakah para paman,.. kemanakah para suami,…?? Tidakkah mereka memberikan nasihat kpd anak2, keponakan2, dan istri2 mereka untuk menutup Auratnya,… Ya Allah ampunilah kelalaian kami,…

    Balas

  2. Posted by Bagus Bp on Oktober 19, 2011 at 10:47 pm

    Ironis memang di negara yg mayoritas muslim ini, justru bnyak kita dapati kaum muslimah yg tak memakai Jilbab bahkan cadar… Mereka lebih nyaman memakai celana di atas Paha, baju setengah pusar plus ketat dan transparan,.. Naudzubillah.. Kemanakah para Ayah.., kemanakah para paman,.. kemanakah para suami,…?? Tidakkah mereka memberikan nasihat kpd anak2, keponakan2, dan istri2 mereka untuk menutup Auratnya,.??.. Ya Allah ampunilah kelalaian kami,…

    Balas

  3. Artikel yg sangat bagus, masya Allah.. Jadi lebih memantapkan hati. Izin share, jazakumullah khairan.

    Balas

Tinggalkan komentar